Evolusi—Mitos dan Fakta
”Evolusi adalah fakta, sebagaimana panas matahari adalah fakta,” kata seorang ilmuwan evolusionis terkenal, Profesor Richard Dawkins.16 Tentu saja, fakta bahwa matahari itu panas telah dibuktikan oleh eksperimen dan pengamatan langsung. Tetapi, apakah ajaran evolusi juga telah dibuktikan tanpa terbantahkan oleh eksperimen dan pengamatan langsung?
Sebelum menjawab pertanyaan itu, ada yang perlu dijernihkan terlebih dahulu. Banyak ilmuwan telah memerhatikan bahwa seraya waktu berlalu, keturunan suatu makhluk hidup bisa mengalami sedikit perubahan. Sebagai contoh, manusia bisa secara selektif menangkar anjing sehingga keturunan selanjutnya mempunyai kaki yang lebih pendek atau bulu yang lebih panjang daripada induknya. * Beberapa ilmuwan mengistilahkan perubahan kecil ini sebagai ”mikroevolusi”.
Akan tetapi, para evolusionis mengajarkan bahwa perubahan-perubahan kecil lambat laun berakumulasi selama miliaran tahun dan menghasilkan perubahan besar yang dibutuhkan untuk mengubah ikan menjadi amfibi dan kera menjadi manusia. Perubahan besar yang bersifat hipotesis ini didefinisikan sebagai ”makroevolusi”.
Bagi banyak orang, pernyataan ini kedengarannya masuk akal. Menurut mereka, ’Jika perubahan-perubahan kecil bisa terjadi dalam suatu spesies, bukankah evolusi bisa menghasilkan perubahan besar dalam jangka waktu yang panjang?’ * Namun, sebenarnya, ajaran evolusi didasarkan atas tiga mitos. Perhatikan penjelasan berikut.
Mitos 1. Mutasi menyediakan bahan mentah yang dibutuhkan untuk terciptanya spesies baru. Ajaran makroevolusi didasarkan atas pernyataan bahwa mutasi
Faktanya. Banyak karakteristik tumbuhan dan hewan ditentukan oleh instruksi yang terkandung dalam kode genetiknya, cetak biru yang terbungkus dalam inti setiap sel. * Para peneliti telah menemukan bahwa mutasi dapat menghasilkan perubahan pada keturunan tumbuhan dan hewan. Namun, apakah mutasi benar-benar menghasilkan spesies yang sama sekali baru? Apa yang disingkapkan oleh penelitian selama seabad di bidang riset genetika?
Pada akhir tahun 1930-an, para ilmuwan dengan antusias menyambut gagasan baru. Mereka telah menganggap bahwa suatu proses yang disebut seleksi alam
Para ilmuwan di Amerika Serikat, Asia, dan Eropa memulai program riset berdana besar, menggunakan metode-metode yang diyakini bisa mempercepat evolusi. Setelah riset yang intensif selama lebih dari 40 tahun, apa hasilnya? ”Sekalipun sudah menghabiskan dana yang luar biasa besar,” kata peneliti Peter von Sengbusch, ”upaya membudidayakan varietas yang makin produktif melalui iradiasi [untuk menyebabkan mutasi], benar-benar terbukti gagal.”21 Dan, Lönnig mengatakan, ”Pada tahun 1980-an, harapan dan euforia di kalangan ilmuwan telah berakhir dengan kegagalan global. Budi daya mutasi sebagai cabang riset tersendiri telah ditinggalkan di negeri-negeri Barat. Hampir semua mutan . . . mati atau lebih lemah daripada varietas yang ada di alam.” *
Sekalipun demikian, data yang kini telah terkumpul dari sekitar 100 tahun riset mutasi pada umumnya dan 70 tahun budi daya mutasi pada khususnya memungkinkan para ilmuwan menarik kesimpulan tentang kemampuan mutasi untuk menghasilkan spesies baru. Setelah memeriksa buktinya, Lönnig menyimpulkan, ”Mutasi tidak dapat mengubah suatu spesies asli [tumbuhan atau hewan] menjadi spesies yang sama sekali baru. Kesimpulan ini selaras dengan gabungan semua pengalaman dan hasil riset mutasi sepanjang abad ke-20 serta hukum probabilitas.”
Jadi, dapatkah mutasi menyebabkan satu spesies berevolusi menjadi makhluk yang jenisnya benar-benar baru? Bukti menjawab tidak! Dari hasil risetnya, Lönnig menyimpulkan bahwa ”spesies yang secara genetik berbeda dari spesies lain memiliki batas-batas tertentu yang tidak dapat diruntuhkan atau dilanggar oleh mutasi yang terjadi secara kebetulan”.22
Pikirkan implikasi fakta-fakta di atas. Jika para ilmuwan yang sangat terlatih tidak sanggup menghasilkan spesies baru dengan memicu serta menyeleksi mutasi yang disukai, mungkinkah suatu proses tanpa kecerdasan melakukannya dengan lebih baik? Jika riset memperlihatkan bahwa mutasi tidak dapat mengubah suatu spesies asli menjadi spesies yang sama sekali baru, lalu bagaimana persisnya proses makroevolusi berlangsung?
Mitos 2. Seleksi alam menyebabkan terciptanya spesies baru. Darwin yakin bahwa apa yang ia sebut seleksi alam akan memilih bentuk kehidupan yang paling cocok dengan lingkungannya, sedangkan bentuk kehidupan yang kurang cocok akhirnya akan punah. Para evolusionis modern mengajarkan bahwa seraya spesies menyebar lalu terisolasi, seleksi alam akan memilih spesies yang mutasi gennya membuat mereka sanggup bertahan hidup di lingkungan baru mereka. Alhasil, para evolusionis berspekulasi bahwa kelompok-kelompok yang terisolasi itu akhirnya berkembang menjadi spesies yang benar-benar baru.
Faktanya. Sebagaimana disebutkan sebelumnya, bukti hasil riset dengan jelas menunjukkan bahwa mutasi tidak dapat menghasilkan tumbuhan dan hewan yang jenisnya sama sekali baru. Walaupun demikian, bukti apa yang diajukan para evolusionis untuk mendukung pernyataan bahwa seleksi alam memilih mutasi yang berguna sehingga menghasilkan spesies baru? Sebuah brosur yang diterbitkan pada tahun 1999 oleh Lembaga Sains Nasional (NAS) di Amerika Serikat mengacu kepada ”ke-13 spesies burung finch (semacam gelatik) yang dipelajari oleh Darwin di Kepulauan Galápagos, yang kini dikenal sebagai burung finch Darwin.”23
Pada tahun 1970-an, suatu kelompok riset di bawah pimpinan Peter R. dan B. Rosemary Grant dari Princeton University mulai mempelajari burung-burung ini dan mendapati bahwa setelah satu tahun musim kering di kepulauan itu, finch yang paruhnya sedikit lebih besar lebih mudah bertahan hidup daripada yang paruhnya kecil. Karena ukuran dan bentuk paruh adalah salah satu faktor utama untuk membedakan ke-13 spesies finch itu, temuan ini dianggap sangat penting. ”Suami istri Grant memperkirakan,” lanjut brosur NAS, ”bahwa jika musim kering terjadi kira-kira sekali setiap 10 tahun di kepulauan itu, sebuah spesies finch yang baru bisa muncul hanya dalam kira-kira 200 tahun.”Tetapi, brosur NAS itu tidak menyebutkan bahwa pada tahun-tahun setelah musim kering itu, jumlah burung finch berparuh kecil kembali mendominasi. Para periset mendapati bahwa seraya keadaan iklim di pulau itu berubah, burung finch yang paruhnya lebih panjang mendominasi selama satu tahun, tetapi belakangan, yang mendominasi adalah yang paruhnya lebih kecil. Mereka juga memerhatikan bahwa beberapa ”spesies” finch melakukan kawin silang dan menghasilkan keturunan yang lebih tangguh daripada induknya. Mereka menyimpulkan bahwa jika kawin silang ini berlanjut, dua ”spesies” itu bisa melebur menjadi satu.25
Jadi, apakah seleksi alam benar-benar menciptakan spesies yang sama sekali baru? Beberapa puluh tahun yang lalu, biolog pendukung evolusi George Christopher Williams mulai mempertanyakan apakah seleksi alam sanggup melakukan hal itu.26 Pada tahun 1999, pakar teori evolusi Jeffrey H. Schwartz menulis bahwa seleksi alam bisa jadi memang membantu spesies beradaptasi menurut perubahan tuntutan untuk kelangsungan hidup, tetapi itu tidak menciptakan sesuatu yang baru.27
Ya, burung finch Darwin tidak menjadi ”sesuatu yang baru”. Mereka tetap burung finch. Dan, fakta bahwa mereka bisa melakukan kawin silang membuat orang meragukan metode yang digunakan beberapa evolusionis untuk menentukan suatu spesies. Lagi pula, informasi tentang burung-burung ini menyingkapkan fakta bahwa bahkan lembaga ilmiah yang bergengsi pun bisa ikut-ikutan melaporkan bukti secara tidak objektif.
Mitos 3. Catatan fosil mendokumentasikan perubahan makroevolusi. Brosur NAS yang tadi disebutkan memberikan kesan kepada pembacanya bahwa fosil yang ditemukan para ilmuwan sudah lebih dari cukup untuk mendokumentasikan makroevolusi. Brosur itu menyatakan, ”Ada begitu banyak bentuk peralihan yang telah ditemukan antara ikan dan amfibi, antara amfibi dan reptil, antara reptil dan mamalia, dan sepanjang garis keturunan primata sehingga sering kali sulit untuk menunjukkan dengan tepat kapan terjadinya transisi dari satu spesies ke spesies lainnya.”Faktanya. Pernyataan yang penuh keyakinan dalam brosur NAS ini cukup mengejutkan. Mengapa? Menurut Niles Eldredge, seorang evolusionis yang gigih, catatan fosil tidak memperlihatkan adanya perubahan yang berakumulasi secara bertahap tetapi menunjukkan bahwa untuk waktu yang lama, ”hanya sedikit atau tidak ada perubahan evolusi yang berakumulasi dalam kebanyakan spesies”. *29
Menurut catatan fosil, semua kelompok utama binatang muncul secara tiba-tiba dan hampir-hampir tidak berubah
Sampai hari ini, para ilmuwan di seluruh dunia telah menggali dan mengatalogkan sekitar 200 juta fosil besar dan miliaran fosil kecil. Banyak peneliti setuju bahwa catatan yang luar biasa banyak dan terperinci itu memperlihatkan bahwa semua kelompok utama binatang muncul secara tiba-tiba dan hampir-hampir tidak berubah, dan ada banyak spesies yang punah secepat pemunculan mereka.
Percaya pada Evolusi —Butuh ”Iman”
Mengapa banyak evolusionis terkemuka berkeras bahwa makroevolusi merupakan suatu fakta? Richard Lewontin, seorang evolusionis yang berpengaruh, dengan terus terang menulis bahwa banyak ilmuwan bersedia memercayai pernyataan ilmiah yang belum terbukti karena mereka ”telanjur berkomitmen, komitmen kepada paham kebendaan”. * Banyak ilmuwan bahkan tidak mau mempertimbangkan kemungkinan adanya Perancang yang cerdas karena, seperti yang ditulis Lewontin, ”kita tidak bisa menerima kehadiran Pribadi Ilahi”.30
Mengenai hal ini, Scientific American mengutip kata-kata sosiolog Rodney Stark, ”Selama 200 tahun ini telah dipropagandakan bahwa jika Anda ingin menjadi orang yang ilmiah, Anda harus membebaskan pikiran Anda dari belenggu agama.” Selanjutnya, ia menyatakan bahwa dalam universitas riset, ”orang-orang yang religius bungkam [tentang Pencipta]”.31
Seandainya Anda mengakui bahwa ajaran makroevolusi itu benar, Anda harus percaya bahwa para ilmuwan yang agnostik atau ateis tidak akan membiarkan keyakinan pribadi mereka memengaruhi penafsiran mereka atas temuan-temuan ilmiah. Anda harus percaya bahwa mutasi dan seleksi alam menghasilkan semua bentuk kehidupan yang rumit, sekalipun riset selama seabad memperlihatkan bahwa mutasi tidak pernah mengubah bahkan satu spesies yang jelas karakteristiknya menjadi sesuatu yang sama sekali baru. Anda harus percaya bahwa semua makhluk hidup perlahan-lahan berevolusi dari satu leluhur, sekalipun catatan fosil dengan tegas menunjukkan bahwa jenis-jenis utama tumbuhan dan hewan muncul secara tiba-tiba dan tidak berevolusi menjadi jenis lain, bahkan setelah kurun waktu yang sangat lama. Apakah kepercayaan semacam itu kedengarannya didasarkan atas fakta atau mitos? Ya, butuh ”iman” untuk percaya pada evolusi.
^ par. 3 Perubahan yang dihasilkan penangkar anjing sering kali merupakan akibat hilangnya fungsi gen tertentu. Sebagai contoh, anjing dachshund bertubuh mungil karena tulang rawannya tidak berkembang normal, sehingga mengakibatkan kekerdilan.
^ par. 6 Meskipun kata ”spesies” sering digunakan dalam bagian ini, hendaknya diperhatikan bahwa istilah ini tidak terdapat dalam buku Kejadian dalam Alkitab. Di situ terdapat istilah ”jenis”, yang lebih luas artinya. Sering kali, apa yang para ilmuwan sebut sebagai evolusi suatu spesies baru sebenarnya hanyalah variasi dalam suatu ”jenis”, sesuai dengan penggunaan kata itu di catatan Kejadian.
^ par. 8 Riset memperlihatkan bahwa sitoplasma, membran, dan struktur-struktur lain dari sel juga berperan dalam pembentukan makhluk hidup.
^ par. 9 Lönnig percaya bahwa kehidupan diciptakan. Komentarnya dalam publikasi ini adalah pernyataannya sendiri dan tidak mewakili pendapat Institut Max Planck untuk Riset Pembudidayaan Tanaman.
^ par. 10 Eksperimen mutasi berulang kali menunjukkan bahwa jumlah mutan yang baru terus berkurang, sedangkan jenis mutan yang sama terus muncul. Selain itu, kurang dari 1 persen tanaman hasil mutasi itu terpilih untuk riset selanjutnya, dan kurang dari 1 persen dari kelompok ini didapati cocok untuk digunakan secara komersial. Tetapi, belum pernah tercipta satu pun spesies yang sama sekali baru. Hasil budi daya mutasi pada binatang bahkan lebih buruk daripada pada tanaman, dan metode tersebut ditinggalkan sama sekali.
^ par. 21 Bahkan segelintir contoh fosil yang diajukan oleh para peneliti sebagai bukti evolusi menimbulkan perdebatan. Lihat brosur Asal Mula Kehidupan
^ par. 24 ”Paham kebendaan” yang dimaksud di sini adalah teori bahwa segala sesuatu di alam semesta, termasuk segala jenis kehidupan, muncul tanpa campur tangan supernatural dalam prosesnya.